Baterai sudah lama hadir di tengah kehidupan kita sebagai sumber energi kecil untuk menghidupkan peralatan penting seperti jam tangan dan dinding, senter, radio hingga ponsel. Bahkan penggunaan baterai akan meluas dengan semakin banyaknya penggunaan kendaraan listrik. Ya, nyawa kendaraan listrik ada pada baterainya sebagai tenaga penggerak mesin.
Dengan semakin signifikannya peran baterai dalam kehidupan, maka limbahnya juga menimbulkan kekhawatiran. Pasalnya, limbah baterai bekas berbahaya bagi lingkungan sehingga dibutuhkan penanganan khusus. Kekurangan inilah yang membuat para peneliti terus bereksperimen mencari alternatif baterai yang benar-benar aman bagi lingkungan mulai dari hulu produksi, pemakaian dan dampak limbahnya.
Eksperimen terus dilakukan dengan menggunakan berbagai material dan salah satu penemuan yang menarik perhatian adalah baterai dari pasir. Sebuah perusahaan Finlandia berhasil menciptakan baterai sebagai sumber panas dari bahan pasir yang telah digunakan secara komersial.
Seperti apakah baterai dari pasir ini? Pasir apakah yang digunakan dan bagaimana cara kerjanya sehingga bisa menghasilkan listrik?
Baterai : Fungsi dan sisi negatifnya
Batu baterai berfungsi untuk menyediakan atau menyuplai energi listrik bagi alat elektronik tanpa harus tersambung ke listrik. Baterai terdiri dari 2 (dua) jenis utama yaitu Baterai primer yang hanya digunakan satu kali pakai, contohnya baterai alkaline. Pada baterai primer terdapat unsur zinc, karbon, campuran MnO2 (Mangan Dioksida), serbuk karbon dan NH4Cl (Ammonium Klorida).
Jenis kedua adalah baterai sekunder yang dapat diisi ulang beberapa kali. Contohnya adalah baterai ion litium. Sedangkan baterai yang dapat diisi ulang mengandung cadmium , Nikel dan alkaline (potassium hidroksida).
Namun sayangnya, baterai yang sudah tidak terpakai atau habis termasuk kepada limbah B3 (Bahan Berbahaya & Beracun). Kandungan logam berat di dalam baterai tersebut dapat mencemari lingkungan dan berbahaya untuk kesehatan manusia. Hingga saat ini pun belum ditemukan proses pemurnian limbahnya meski sudah mulai ada teknologi untuk mendaur ulangnya.
Jangankan limbahnya, proses penambangan litium-nya saja menghabiskan sekitar 2,2 juta liter air tawar per ton litium yang diproduksi. Ekstraksi tersebut juga merusak tanah, dan operasi penambangan mencemari atmosfer dengan melepaskan partikel buangan.
Pencarian material alternatif untuk baterai
NewScientist menyebutkan bahwa penggunaan material baru yang benar-benar ramah lingkungan masih jauh panggang dari api. Namun ada beberapa material yang bisa dipertimbangkan karena kemiripan komposisinya dengan lithium diantaranya adalah garam, air laut, magnesium, aluminium hingga silikon. Selain itu masih ada material lainnya yaitu pasir.
Ya, pada 2014 lalu para peneliti di University of California dan Bourns College of Engineering menemukan kemungkinan penggunaan pasir pantai sebagai anoda baterai. Anoda adalah komponen baterai yang berfungsi sebagai terminal, di mana arus listrik positif mengalir dari luar ke dalam baterai. Biasanya anoda pada baterai smartphone terbuat dari grafit. Peneliti menyebutkan bahwa melakukan proses penggilingan pasir pantai, membersihkannya dan menambahkan garam serta magnesium ke dalam campuran sementara pemanasan itu, cukup membuatnya menjadi silikon murni yang bisa lebih baik untuk anoda.
Kini sebuah perusahaan asal Finlandia, Polar Night Energy, mengembangkannya lebih lanjut sehingga bisa mewujudkan project “baterai pasir” secara nyata. Seperti apakah itu?
Baterai Pasir sebagai media penyimpan energi listrik
Baterai pasir buatan Polar Night Energy ini berbentuk silo, jadi ukurannya terbilang besar, atau bisa dikubur di bawah tanah. Silo tersebut diisi dengan sekitar 100 metrik ton pasir bangunan (builder sand). Lalu pasir di dalam silo dialiri menggunakan listrik bersih untuk memanaskannya hingga bisa mencapai 500 derajat Celcius. Asalkan pasirnya terisolasi dengan baik maka sangat efektif dalam menahan panas untuk waktu yang lama. Panas inilah yang akan disimpan pasir dalam kurun waktu lama. Secara teori, pasir ini bisa menyimpan energi selama berbulan-bulan untuk digunakan di musim gugur dan musim dingin.
Baru-baru ini Polar Night Energy memasang baterai pasir di kota Kankaanp. Mereka mencoba menyediakan energi untuk rumah, kantor, dan kolam renang umum dari wadah baja 7 meter yang diisi dengan 100 ton pasir. Cara kerjanya mirip pemanas listrik yaitu udara panas yang dihembuskan melalui pipa memanaskan pasir dalam wadah baja dengan pemanasan resistif. Untuk melepaskan energi panas yang tersimpan, udara disirkulasikan melalui pipa-pipa di pasir yang dipanaskan, kemudian diarahkan ke mana pun dibutuhkan.
Silo pasir ini dapat menyimpan energi hingga 8 megawatt-jam, yang merupakan kapasitas baterai lithium skala besar.
Project ini sementara untuk memanaskan rumah dan fasilitas umum, namun kreatornya mengklaim nantinya bisa digunakan untuk proses industri. Secara teori, panas yang tersimpan dapat digunakan untuk menggerakkan turbin uap untuk menghasilkan listrik, tetapi ini jauh lebih efisien. Efisiensinya sekitar 20-25 persen. Selain itu sangat sedikit energi yang hilang dalam proses distribusinya, selama tidak diangkut terlalu jauh.
Tantangan utama dari baterai pasir ini adalah untuk memantau dan mengontrol pelepasan panas tapi itu bisa diselesaikan dengan sistem komputerisasi. Sedangkan untuk teknologi proses kerjanya tidak ada tantangan berarti karena terbilang sederhana.
Meski begitu ada kekurangan yang signifikan yaitu efisiensi energi turun ketika pasir digunakan untuk mengembalikan daya ke jaringan listrik nasional.
Potensi Baterai Pasir di masa depan
Meski masih ada kekurangan namun keberanian untuk memasang baterai pasir menjadi langkah awal yang penting. Jika berhasil, teknologi baterai pasir berpotensi menjadi solusi utama untuk menyediakan panas ke rumah selama musim dingin yang panjang dan beku di Finlandia. Pada saat yang sama, ini akan membantu Finlandia menjadi lebih mandiri dari pasokan asing dan mengatasi melonjaknya harga bahan bakar fosil.
Andrew Blakers, direktur ANU Centre for Sustainable Energy Systems, juga menyebut teknologi penyimpanan energi melalui pasir ini dapat digunakan untuk segala macam mulai dari pemrosesan makanan, hingga industri aluminium, pembuatan semen, besi dan baja, keramik dan plastik. Penyimpanan termal menjadi lebih murah daripada membakar gas untuk proses industri bersuhu tinggi.
Baterai pasir berbiaya rendah karena pasir relatif melimpah dan mudah diperoleh. Fasilitas penyimpanan dapat ditempatkan di bawah tanah, menghindari perubahan lanskap permukaan, yang mungkin digunakan untuk produksi makanan, perumahan, industri lain, atau habitat konservasi.
Teknologi thermal storage memang bukan hal baru tapi baru sekarang dipertimbangkan setelah muncul banyak masalah pasokan energi karena masalah lingkungan dan situasi politik.
Polar Night Energy juga percaya diri dengan menyiapkan langkah selanjutnya yaitu membuat baterai pasir 100 kali lebih besar, atau berdiameter sekitar 20 meter dan tinggi 10 meter, dengan energi 1GWh.
Transparency Market Research menyebutkan potensi untuk baterai pasir ini terbuka sekali karena trend kesadaran lingkungan akan terus meningkat di masa mendatang. Eropa akan menjadi lahan basah karena peningkatan besar-besaran dalam produksi dan penggunaan kendaraan listrik.
Kesimpulan
Jika project dari Finlandia ini berhasil maka akan membantu memecahkan masalah utama dari sumber energi bersih yang terputus-putus. Dengan silo pasir ini akan membuat output energi yang lebih dapat diprediksi sehingga lebih dapat diandalkan. Pasirnya bahkan tidak perlu mahal seperti pasir konstruksi, dan tidak diperlukan bahan kimia berbahaya untuk membangun sistem penyimpanan energi. Jadinya lebih efektif, efisien, serta hemat biaya untuk menyimpan energi bersih.
SOURCE:
https://www.azocleantech.com/article.aspx?ArticleID=1604